Cimahi (07/05/2025) — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI bekerja sama dengan Kementerian Agama Kota Cimahi serta melibatkan LDII dan tokoh lintas agama dalam Safari Keagamaan Antikorupsi yang digelar di MAN Cimahi, Rabu (7/5).
Kegiatan ini bertujuan memperkuat peran tokoh agama dan masyarakat dalam pendidikan dan pencegahan korupsi.
Acara ini menghadirkan Dr. Ir. Wawan Wardiana, MT, Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK RI, sebagai narasumber utama.
Turut hadir Drs. H. Ajam Mustajam, M.Si, Kepala Kanwil Kemenag Jabar dan Hj. Baiq Raehanun, S.H., M.H, Kepala Kemenag Kota Cimahi.
Korupsi Lebih Berbahaya dari Perang

Dalam sambutannya, Hj. Baiq Raehanun menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor.
“Cimahi ini hanya terdiri dari tiga kecamatan, sebagian wilayahnya milik TNI AD. Tapi komitmen antikorupsi harus merata ke semua unsur, tanpa pengecualian,” ujarnya.
Kakanwil Kemenag Jabar, H. Ajam Mustajam, menyampaikan bahwa kejujuran adalah pondasi utama dalam melawan korupsi.
“Gerakan antikorupsi tidak bisa hanya mengandalkan kecerdasan. Ia harus ditopang kejujuran. Korupsi itu kedzaliman, dan dampaknya lebih dahsyat daripada perang,” tegasnya.
162 Kasus Korupsi di Jabar, Triwulan Pertama 2025

Wawan Wardiana dalam paparannya menyebutkan bahwa selama triwulan pertama 2025, tercatat 162 kasus korupsi di Jawa Barat.
Ia menguraikan korupsi terjadi karena kombinasi tekanan (pressure) dan kesempatan (opportunity), serta dikategorikan dalam tiga bentuk: grand corruption, petty corruption, dan behaviour corruption.
“Tugas KPK adalah melakukan pendidikan, pencegahan, dan penindakan. Tapi ketiganya butuh dukungan aktif dari masyarakat,” ujarnya.
Wawan juga menegaskan bahwa pelapor tindak korupsi mendapat perlindungan hukum, asalkan tidak mempublikasikan informasi tersebut ke media massa atau sosial.
“Kalau informasi sudah disebarkan ke publik, perlindungan hukum otomatis gugur,” jelasnya.
LDII Cimahi: Korupsi Melemah Jika Sudah Masuk Ranah Politik
Dalam sesi diskusi, Ketua DPD LDII Kota Cimahi, Ir. Dwi Hartono, mengungkapkan keprihatinannya atas lemahnya penegakan hukum saat kasus korupsi bersentuhan dengan kepentingan politik.

“Dari bawah, kasusnya sudah jelas. Tapi begitu masuk ke level pengambil kebijakan, bisa melemah. Ini yang bikin masyarakat makin apatis,” katanya.
Dwi berharap kegiatan seperti Safari Keagamaan Antikorupsi bisa dilakukan secara rutin dan berkelanjutan. “Materinya harus terus di-update. Koruptor makin pintar, maka pendidikan antikorupsi pun harus semakin canggih,” tutupnya.
Sinergi Lintas Sektor
Kegiatan ini menjadi momentum penting membangun sinergi antara KPK, Kemenag, dan unsur keagamaan seperti LDII dalam menginternalisasi nilai-nilai antikorupsi ke tengah masyarakat. Harapannya, pendekatan moral dan keagamaan bisa memperkuat ketahanan sosial melawan praktik korupsi sejak dini.