Oleh: Thonang Effendi
Ketua Departemen Pendidikan Umum dan Pelatihan DPP LDII
Pada suatu Minggu pagi yang cerah, di sebuah rumah sederhana, seorang nenek berusia lebih dari 70 tahun duduk tersenyum menyambut anak dan cucunya yang datang berkunjung. Raut wajahnya memancarkan kebahagiaan yang tulus.
Mereka saling bertukar cerita, bercanda, dan menikmati kebersamaan. Di sela obrolan, sang nenek tak lupa menyelipkan nasihat-nasihat lembut penuh kasih sayang.
Beberapa saat kemudian, gawainya berbunyi—panggilan video dari anak sulungnya yang tinggal di luar provinsi. Lewat layar kecil itu, sapaan hangat mengalir.
Ia menitipkan doa dan uang saku untuk cucunya yang belum sempat datang. Bagi sang nenek, kebahagiaan bukan terletak pada kemewahan, melainkan pada hadirnya cinta, perhatian, dan kebersamaan.
Kisah sederhana ini sering terjadi di sekitar kita, apalagi dalam momentum Hari Lanjut Usia Nasional yang jatuh setiap 29 Mei.
Ini menjadi momen penting untuk merefleksikan makna menua yang sejati—bukan sekadar soal bertambahnya angka, tetapi bagaimana usia lanjut bisa menjadi masa melanjutkan kebahagiaan.
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, lansia adalah mereka yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
TAHUKAH ANDA? WHO sudah membagi lansia menjadi tiga kategori: usia 60–74 (lansia awal), 75–90 (lansia madya), dan di atas 90 (lansia tua).
Meski secara biologis ada kecenderungan penurunan fungsi fisik dan kognitif, banyak lansia tetap aktif, bugar, bahkan produktif—karena terbiasa menjaga gaya hidup sehat dan membangun kebiasaan positif sejak muda.
Ini menjadi pengingat bagi generasi muda: menyiapkan masa tua yang bahagia bukan dimulai saat rambut memutih, tapi sejak masa muda, bahkan sejak usia dini. Kebahagiaan di usia lanjut adalah buah dari akumulasi kebiasaan baik yang ditanamkan sejak awal.
Bagi mereka yang telah memasuki usia lanjut, ada satu harapan yang sangat mulia: mengakhiri hidup dengan husnul khotimah, akhir yang baik. Dalam falsafah Jawa, dikenal istilah nggayuh marang kasampurnan—menggapai kesempurnaan hidup. Hal ini tercermin dalam tiga peran utama yang biasa dijalani oleh para sesepuh:
- Tutur: memberi nasihat,
- Wuwur: memberi bantuan,
- Sembur: mendoakan yang muda.
Ketiganya bukan sekadar simbol peran sosial, tetapi bentuk nyata kontribusi lansia dalam membangun kehidupan yang bermakna.
Namun di tengah realitas modern, para lansia juga menghadapi tantangan: keterasingan sosial, minimnya perhatian keluarga, serta berubahnya peran dalam masyarakat. Oleh karena itu, menjadi tugas kita bersama—keluarga dan lingkungan sosial—untuk memastikan mereka tetap merasa dihargai, dibutuhkan, dan dicintai. Interaksi yang hangat, keikutsertaan dalam aktivitas sosial, dan perhatian yang tulus adalah bagian dari menciptakan lansia yang bahagia.
Konsep pendidikan karakter yang dikembangkan LDII melalui Tri Sukses Generus dan 29 Karakter Luhur turut memberi kontribusi penting dalam menyiapkan masa tua yang bermartabat.
Indikator keberhasilan pendidikan karakter salah satunya adalah ketika seseorang di usia lanjut tetap mampu berbagi manfaat, menjadi teladan, dan tidak menjadi beban bagi orang lain.
Artinya, usia lanjut bukan akhir dari produktivitas, tapi awal dari masa berbagi kebijaksanaan.
Pada akhirnya, menjadi tua adalah keniscayaan, tetapi menjadi tua dengan bahagia dan sejahtera adalah pilihan yang perlu dipersiapkan sejak dini.
Usia lanjut bukan masa pasrah, melainkan masa melanjutkan kebahagiaan dalam bentuk yang lebih dalam dan bermakna. Karena sejatinya, setiap fase kehidupan punya peran penting dalam memberi warna pada perjalanan manusia.
Menjadi Tua, Menjadi Bahagia: Refleksi Hari Lanjut Usia Nasional
LDII Kabupaten Bandung tepat di Hari Lanjut Usia Nasional, 29 Mei 2025 bertempat di Masjid Darussalam Pakutandang Ciparay menggelar Bakti Lansia LDII.

DPD LDII bersama dengan bidang PPKK (Pemberdayaan Perempuan Kesejahteraan Keluarga) mengundang para lansia yang berdomisili di Pakutandang dan sekitarnya untuk mendapatkan CKG (cek kesehatan gratis).
Salah seorang peserta cek kesehatan gratis (CKG), H. Usman Ali, warga Katapang, Soreang, Kabupaten Bandung, mendapat apresiasi dari petugas medis setelah menjalani serangkaian pemeriksaan.
Hasil kesehatannya dinilai ideal, dengan tinggi badan 157 cm, berat badan 63 kg, tekanan darah 123/77 mmHg, gula darah sewaktu (GDS) sebesar 98 mg/dL, dan kadar kolesterol total sebesar 177 mg/dL.

